Gambar Ilustrasi by Google |
Oleh: A. Sudrajat
Masih ingat kasus Imen, tukang
sate yang dijebloskan ke penjara gara-gara melakukan rekayasa poto
Presiden Jokowi beradegan seksual dengan Megawati melalui Facebook tahun
2014 lalu ?. Atau diblokirnya 22 situs radikal karena menebar kebencian
atas legalisasi aksi teror di Indonesia maupun dunia ?. Sampai
terhangat kasus Ahok dengan Almaidah 51.
Itulah “sosmed, sosial media”
yang dengan mudahnya siapapun bisa berbagi informasi yang tanpa sadar
atau disadari, dunia pun gempar, menggelegar dalam senyap.
Saya pun membuat judul “Teror
(is) sosmed”, karena sosial media sekarang ini telah menjadi pemantik
aksi massa. Hasutan, kebencian dan fitnah, dengan mudahnya merasuki
perilaku, agar marah.
Ya, sosmed telah menjadi alat
serang, martil penghantam, pemukul lawan dalam menjungkirbalikan fakta.
Sosmed menjadi teror, teroris super senyap di era globalisasi ini.
Apalagi kalau melihat definisi teroris dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, adalah orang yang menggunakan kekerasan untuk menimbulkan rasa takut yang biasanya untuk tujuan politik. Lalu dikaitkan dengan sejarah perkembangannya juga, istilah teror, teroris dan terorisme telah populer sejak abad 18.
Teroris menurut kamus akademi
Perancis tahun 1798, perorangan atau kelompok yang menggunakan kekerasan
secara brutal. Namun pada perkembangannya teroris disematkan bagi yang
melakukan tindakan kekerasaan dengan tujuan anti pemerintah.
Contoh serangan 11 September
2001 atau dikenal 9/11 merupakan salah satu serangan teroris paling
parah yang pernah terjadi di muka bumi. Korban tewas tak kurang dari
3.000 orang dengan luka 6.000 orang. Sejak itulah, publik menyatukan
persepsi pelaku kekerasan secara massal disebut teroris. Termasuk
peledakan Bom Bali tahun 2002 di Indonesia.
Kini terorisme gaya baru
mengemuka. Teror (is) lewat sosial media. Mereka menebar teror, menebar
rasa takut, menebar fitnah, menebar kebencian. Seolah paling tahu,
paling benar, paling beragama, paling islami, yang lain salah, sesat.
Mereka tidak terbatas waktu,
kapan saja, dimana saja. Ketika ada momentum, langsung disebar dengan
manfaatkan kecanggihan tekhnologi. Pelurunya pun berupa meme, kutipan,
dan video. Tapi dampaknya, masyarakat terbelah, pecah.
Ini yang dikhawatirkan, dampak
dari teror (is) sosmed yang saya maksud. Kebencian, dendam dan
permusuha begitu cepatnya menjalar, meracuni akal sehat jutaan manusia.
Marilah kita bijak bersosial
media. Gunakan segala kemudahan dengan cara yang positif. Memberikan
edukasi, berbagi semangat, saling memotivasi.
Dan, semoga kita terhindar
dari perilaku teror era digital milenial ini karena menebar benih
perdamaian, merawat kebhinekaan, menuju negeri Baldatun Thayyibatun wa
Rabbun Ghafur, negara yang damai, adil, dan makmur yang diberkahi dan
diampuni Allah SWT, tujuan kita.
Lawan Teror (is) Sosial Media..!!!
Penulis adalah Wakil Sekretaris GP Ansor Kota Tasikmalaya 2016-2020.
Teror (is) Sosmed
4/
5
Oleh
sadarajat