Senin, 17 Oktober 2016

Teror (is) Sosmed

Gambar Ilustrasi by Google

Oleh: A. Sudrajat
Masih ingat kasus Imen, tukang sate yang dijebloskan ke penjara gara-gara melakukan rekayasa poto Presiden Jokowi beradegan seksual dengan Megawati melalui Facebook tahun 2014 lalu ?. Atau diblokirnya 22 situs radikal karena menebar kebencian atas legalisasi aksi teror di Indonesia maupun dunia ?. Sampai terhangat kasus Ahok dengan Almaidah 51.
Itulah “sosmed, sosial media” yang dengan mudahnya siapapun bisa berbagi informasi yang tanpa sadar atau disadari, dunia pun gempar, menggelegar dalam senyap.
Saya pun membuat judul “Teror (is) sosmed”, karena sosial media sekarang ini telah menjadi pemantik aksi massa. Hasutan, kebencian dan fitnah, dengan mudahnya merasuki perilaku, agar marah.
Ya, sosmed telah menjadi alat serang, martil penghantam, pemukul lawan dalam menjungkirbalikan fakta. Sosmed menjadi teror, teroris super senyap di era globalisasi ini.
Apalagi kalau melihat definisi teroris dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, adalah orang yang menggunakan kekerasan untuk menimbulkan rasa takut yang biasanya untuk tujuan politik. Lalu dikaitkan dengan sejarah perkembangannya juga, istilah teror, teroris dan terorisme telah populer sejak abad 18.
Teroris menurut kamus akademi Perancis tahun 1798, perorangan atau kelompok yang menggunakan kekerasan secara brutal. Namun pada perkembangannya teroris disematkan bagi yang melakukan tindakan kekerasaan dengan tujuan anti pemerintah.
Contoh serangan 11 September 2001 atau dikenal 9/11 merupakan salah satu serangan teroris paling parah yang pernah terjadi di muka bumi. Korban tewas tak kurang dari 3.000 orang dengan luka 6.000 orang. Sejak itulah, publik menyatukan persepsi pelaku kekerasan secara massal disebut teroris. Termasuk peledakan Bom Bali tahun 2002 di Indonesia.
Kini terorisme gaya baru mengemuka. Teror (is) lewat sosial media. Mereka menebar teror,  menebar rasa takut,  menebar fitnah, menebar kebencian. Seolah paling tahu, paling benar, paling beragama, paling islami, yang lain salah, sesat.
Mereka tidak terbatas waktu, kapan saja,  dimana saja. Ketika ada momentum, langsung disebar dengan manfaatkan kecanggihan tekhnologi. Pelurunya pun berupa meme,  kutipan, dan video. Tapi dampaknya, masyarakat terbelah, pecah.
Ini yang dikhawatirkan, dampak dari teror (is) sosmed yang saya maksud.  Kebencian, dendam dan permusuha begitu cepatnya menjalar, meracuni akal sehat jutaan manusia.
Marilah kita bijak bersosial media. Gunakan segala kemudahan dengan cara yang positif. Memberikan edukasi, berbagi semangat, saling memotivasi.
Dan, semoga kita terhindar dari perilaku teror era digital milenial ini karena menebar benih perdamaian, merawat kebhinekaan, menuju negeri Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafur, negara yang damai, adil, dan makmur yang diberkahi dan diampuni Allah SWT, tujuan kita.
Lawan Teror (is) Sosial Media..!!!
Penulis adalah Wakil Sekretaris GP Ansor Kota Tasikmalaya 2016-2020.

Related Posts

Teror (is) Sosmed
4/ 5
Oleh

Subscribe via email

Like the post above? Please subscribe to the latest posts directly via email.

0 Comments